Rabu, 05 Agustus 2015

guru sakumpul


Haul ke-10 Guru Sekumpul Martapura: 26 April 2015

     
KHM Zaini Abdul Ghani.
      Guru Zaini Abdul Ghani atau yang akrab disebut Guru Ijai atau Guru Sekumpul telah meninggal dan menjelang haul ke-10 pada Ahad, 26 April 2015. Di mata orang Kalimantan, Guru Ijai adalah guru dan abah urang Banjar masa kini.
     
      Beberapa hari sebelum haul ke-10 Almaghfurlah KHM Zaini Abdul Ghani atau yang dikenal dengan panggilan akrab Guru Ijai atau Guru Sekumpul diperingati, sudah puluhan sapi dan kambing disetor oleh kaum Muslimin di Komplek Ar-Raudhah Desa Sekumpul Martapura, Kalimantan Selatan. Sementara koran serta berbagai majelis pengajian mengumumkan akan diselenggarakan haul ke Guru Ijai pada hari Ahad, 26 April 2015.
      Benar yang diperkirakan pada hari yang ditentukan itu, puluhan ribu jamaah yang datang dari Kalimantan Selatan maupun dari luar Kalimantan Selatan membanjiri Komplek Ar-Raudhah di mana di tempat itu ada Qubah Makam Guru Ijai berada. Mereka hadir untuk mengenang ulama besar Kalimantan Selatan setelah 200 tahun meninggalnya Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari (Datuk Kalampian). Sekaligus mereka mendoakan “Guru Urang Banjar Masa Kini” ini semoga mendapatkan tempat yang bahagia di dalam kubur maupun di akhirat kelak.
Berdoa di samping kuburan Guru Sekumpul.
      Disebut guru urang Banjar, sebab Guru Ijai tidak sekadar ulama yang menyebarkan ilmu agamanya, tetapi sekaligus guru rakyat Kalimantan Selatan. Dia bersedekah dan membantu berbagai keperluan di masyarakat, seperti pembangunan bangunan induk dua lantai PP Darussalam. Begitu juga, kepindahannya ke Sekumpul dan berhasil membuka daerah baru merupakan jasanya yang patut diakui semua orang. Sebutan untuk dirinya bisa menandakan hal itu.
      Nama aslinya Zaini Abdul Ghani, kemudian Guru Zaini dalam lidah Banjar menjadi Guru Ijai. Setelah ke Sekumpul dan diterima semua pihak namanya juga disapa Guru Sekumpul. Menjalang akhir hidupnya, masyarakat banyak yang memanggilnya Abah Guru, sebab  dia diakui sebagai Bapak semua golongan. Ketika wafatnya, para petakziah menyerunya: “Abah! Abah!” Karena dia juga menjadi Abah Urang Banjar.
      Para jamaah haul dan peziarah yang hadir dengan penuh kecintaan itu ingat atau diingatkan bahwa KHM Zaini Abdul Ghani sebelum hari wafatnya, 5 Rajab 1426 H atau 10 Agustus 2005, pernah berpesan kepada jamaah: Pertama, jangan bakhil karena sifat bakhil adalah sifat tercela yang paling bandel dan tidak akan keluar sebelum sifat-sifat tercela lainnya. Dia sering mengucapkan sebuah tulisan yang ada di pintu surga: “Anti haramun ‘ala kulli bakhilin”, maksudnya pintu surga dilarang atau diharamkan bagi orang bakhil. Kedua, jangan tertipu dengan karamah, karena karamah adalah anugerah dan pemberian Allah SWT kepada hamba-Nya bukan karena suatu kepandaian atau keahlian. Karena itu, janganlah terlinta atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau membaca wirid. Karamah yang mulia adalah istiqamah dalam ibadah. Ketiga, Kaji-gawi, maksudnya tututlah ilmu kemudian amalkan. 
Hadirin pada Haul ke-9 Guru Sekumpul.
      HM Irsyad Zein, yang dikenal orang “ring satu” Guru Ijai ini menuliskan pesan-pedan itu dalam buku kenangan berjudul “Al’Alamul ‘Allamah Al’Arif Billah Asy-Syekh HM Zaini Abdul Ghani” (2006). Sementara Ahmad Mursyidi yang berasal dari Kampung Melayu Martapura mengumpulkan kliping pemberitaan surat kabar di Kalimatan Selatan ketika wafatnya Guru Ijai pada 10 Agustus 2005. Kliping yang diberi judul “Mengenal dan Mengenang Riwayat Hidup Sebelum Wafatnya ….. Seorang Ulama yang Masyhur dari Negeri Banjar” (2005) ini menjadi rujukan dalam penulisan manakib Guru Ijai.
      Memiliki Keistimewaan
      Guru Ijai dilahirkan di malam Rabu 27 Muharam 1361 atau 11 Februari 1942  di Kampung Tunggul  Irang Seberang Martapura. Kampung Tunggul Irang memang dikenal banyak melahirkan ulama, seperti KH Husin Qadri, KH Badruddin, KH Muhammad Rasyad, dan KH Husin Mughni. Nama kecilnya Qusyairi dan memiliki keistimewaan, yaitu semasa remaja tidak pernah ihtilam (mimpi basah).
      Sejak kecil, dia berada di samping kedua orang tuanya, H Abdul Ghani dan Hj Masliah binti Haji Mulya, serta neneknya yang bernama Salbiyah. Ketiga orang itulah yang menjadi guru pertama masa pendidikan keagamaannya. Dalam usia tujuh tahun pada 1949, dia bersekolah di madrasah kampung Kraton Martapura selama dua tahun, kemudian meneruskan ke madrasah Darussalam Martapura sampai tamat.
Pondok Pesantren Darussalam Martapura.
      Tidak cukup belajar di kampung saja, selanjutnya dia berangkat ke PP Datu Kelampayan Bangil Jawa Timur. Di sini, dia berguru langsung dengan pimpinan pondok yang juga berasal dari Martapura, KH Syarwani Abdan, baik secara klasikal maupun privat dalam beberapa tahun. Setelah belajar di Bangil, dia pulang ke Martapura dan langsung diangkat menjadi guru di alma maternya, PP Darussalam selama 5 tahun.
      Kemudian Guru Ijai membuka pengajian di rumahnya sendiri di Jalan Makam Kampung Keraton pada tahun 1970. Dalam pengajian itu, dia didampingi KH Muhammad Salman, yang dulu dikenal dengan Guru Salman  Bujang, lalu berikutnya dikenal lagi dengan sebutan Guru Salman Mulya. Pengajian dimulai pada petang hari Kamis dan dilanjutkan hingga malam harinya (malam Jum’at). Pernah Guru Ijai pindah dan membuka perkampungan baru di Dalampagar, dan mengembangkan pendidikan agama di Dalampagar. Setelah ramai, pada tahun 1988 dia pindah ke Kampung Sekumpul membuka kompleks perumahan yang dikenal dengan Kompleks Ar-Raudhah atau Dalam Regol, selanjutnya berkembang menjadi Gang Taufiq dan Gang Mahabbah dan lainnya.
      Di Sekumpul inilah, Guru Ijai mengajar, mendidik para anak murid atau jamaah dalam meningkatkan iman, ilmu, dan amal serta takwa kepada Allah SWT. Kompleks dilengkapi dengan Mushalla dan berbagai perlengkapan untuk ibadah. Di sini kata “kaji dan gawi” (Belajar dan Amalkan) sangat jelas kelihatan dalam proses belajar dan mengajar yang dilaksanakan.
Habib Salim Asy-Syathiri dengan dua anak Guru Sekumpul.
      Guru Ijai pernah berguru kepada berbagai guru, pada waktu kecil dia belajar membaca Al-Qur’an kepada Guru Hasan di kampung Keraton. Orang tuanya selalu membekali sebotol minyak tanah untuk diberikan kepada guru pertamanya itu. Sedang guru-gurunya di PP Darussalam, antara lain Tuan Guru Muhammad Sya’rani Arif (dalam ilmu hadits dan ilmu tajwid), Guru Husin Qadri, Guru Salim Ma’ruf, Guru Saman Mulya (pamannya), Guru Salman Jalil. Sedang setelah berguru kepada KH Syarwani Abdan, dia diantar Guru Bangil kepada Kiai Falak (Bogor) untuk memperdalam ilmu agama. Seterusnya Kiai Falak menyerahkan kepada Syaikh Sayyid Muhammad Amin Kutby. Dalam bidang tasawuf, Guru Ijai juga berguru kepada Guru Muhammad (Gadung).
      Guru Ijai memiliki wajah yang tampan dan suara yang indah,  santun kepada siapapun, sehingga banyak menarik perhatian pendengarnya. Pada tahun 1961, dia dikenal sudah mempopulerkan Maulid Simthud Durar atau apa yang dikenal di Banjar dengan nama Maulid Habsyi. Dia sempat mendapatkan ijazah Maulid Simthud Durar dari Habib Anis bin Alwi bin Ali Alhabsyi di Solo. Keduanya saling bersahabat erat dan saling mengunjungi ke kediaman masing-masing.
      Dalam membina rumah tangga, Guru Ijai sempat menikah tiga kali. Pertama dengan Hj Juwariyah, tetapi tidak diberikan keturunan. Kemudian menikah lagi dengan Hajjah Laila dan melahirkan dua anak lelaki, yaitu Muhammad Amin Badali Al-Banjari dan Ahmad Hafi Badali Al-Banjari. Dan terakhir menikah lagi dengan Hj Siti Noor Jannah, tetapi tidak dikarunia anak. Dua putra Guru Ijai diharapkan akan meneruskan jejak Abahnya. Keduanya sangat mencintai ulama dan para habib, termasuk ketika Habib Syalim Asy-Syathiri, pengasuh Rubath Tarim Hadhramaut, datang ke Martapura.
      Sedang dalam karya tulis, Guru Ijai berhasil menulis empat kitab. Yaitu (1) Risalah Mubarakah, (2) Manaqib Asy-Syaikh  As-Sayyid Muhammad bin Abdul Kari Al-Qadiri Al-Hasani As-Samman Al-Madani, (3) Ar-Rasalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah, (4) Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil-Ustadzil A’Zham Muhammad bin Ali Ba’Aalawy.
Muhammad Amin Badali dan Ahmad Hifi Badali.
      Anugerah Allah
      Dalam usia lebih kurang sepuluh tahun, Guru Ijai sudah mendapat khususat dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi, yaitu melihat dan mendengar apa yang di dalam atau yang tersembunyi. Guru Ijai adalah seorang ulama yang menghimpun antara syari’at, tarikat, dan hakikat, dan seorang yang hafal Al-Quran dan tafsirnya. Yaitu Tafsir Al-Quran al-Azhiem Lil Imamaini al-Jalilaini atau Tafsir Jalalain.
      Pada waktu pelaksanaan haul Syeikh Muhamma Arsyad Al-Banjari yang ke-189 di Dalampagar Martapura kebetulan pada masa itu musim hujan, sehingga membanjiri jalanan yang akan dilalui Guru Ijai menuju ke tempat pelaksanaan haul tersebut. Hal ini sempat mencemaskan Panitia Pelaksana Haul, dan langsung melaporkan kepadanya dan mohon doa semoga air segera surut. Namun apa yang terjadi? Meski sehari sebelum pelaksanaan haul, jalanan tersebut masih digenangi air hingga pada malam harinya, maka tanpa dinyana keesokan harinya tepat pada hari pelaksanaan haul tersebut sejak pagi harinya jalanan yang tadinya digenangi air menjadi kering semuanya, sehingga dengan mudah dia dan rombongan melewati jalanan tersebut. Setelah acara usai, keesok harinya jalanan tersebut kembali digenangi air hingga beberapa hari lamanya.
Guru Seman Mulia dan Guru Sekumpul.
      Guru Ijai adalah seorang ulama keturunan Syeikh Muhammad Arsyad yang menghidupkan kembali amalan-malan serta tharikat yang diamalkan Syeikh Arsyad. Nama lengkapnya KH Muhammad Zaini Ghani bin Abdul Ghani bi H Abdul Manaf bin Muhammad Khalid bin Khalifah H Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari.
      Sedang dalam  majelis taklim maupun majelis ilmiyahnya, dia mengikuti majelis Syaikh Abdul Qadir Jailani. Tamu-tamu yang datang ke rumahnya pada umumnya selalu dia berikan jamuan makan dan minum serta nasihat yang berguna. Pada hari-hari pengajian sekalipun tidak diundang, murid-murid yang mengikuti pengajiannya tidak kurang dari puluhan ribu orang yang datang dari berbagai penjuru daerah di Kalimatan Selatan dan dari daerah lainnya. Hari pengajian Kamis sore sampai malam Jumat dan hari Ahad sore sampai malam Senin, sedang pada hari Sabtu pagi khusus disediakan untuk ibu-ibu muslimat.
      Guru Ijai adalah satu-satunya ulama di Kalimantan, bahkan di Indonesia, yang mendapat izin untuk mengijazahkan tarikat “As-Samaniyah”, karena itu banyak orang yang datang kepadanya untuk berbai’at tharikat, bukan saja dari Kalimatan bahkan dari dari luar Kalimatan, bahkan dari luar negeri, seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
     
      Saiful Bahri
     
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar